MAKALAH BUDIDAYA TANANAMAN KAKAOO
KATA PENGANTAR
Kakao merupakan salah
satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup nyata dan dapat
diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan per-tanian, khususnya dalam hal
penyediaan lapangan kerja, pendorong pengembangan wilayah, peningkatan
kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan/ devisa negara.
Pengusahaan kakao di Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan rakyat.
Dalam dua dasawarsa terakhir ini areal kakao
Nasional terus menjalani pertumbuhan yang
nyata sehingga produksi kakao nasional juga menjalani pertumbuhan yang nyata
sehingga produksi kakao nasional juga meningkat seiring dengan peningkatan luas
arealnya, namun demikian produktivitasnya stabil bahkan menurun.
Teknologi akan
bermanfaat apabila dapat menjangkau dan diterapkan oleh pihak-pihak yang
membutuhkan. Hasil-hasil penelitian kakao yang telah dihasilkan oleh beberapa
instansi penelitian telah dirangkum dalam makalah ini dengan maksud untuk
memperkenalkan tanaman kakao dan memberikan pedoman kepada masyarakat cara
budidaya, pasca panen dan produk usahataninya. Kami menyampaikan penghargaan
kepada tim penyusun yang telah bersusah payah sehingga makalah ini dapat
diterbitkan dan berharap semoga makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mengembangkan usaha tani kakao.
Penulis, Desember 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan
................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
A. Klasifikasi .............................................................................................................. 4
B. Morfologi ...............................................................................................................
5
1.
Akar ...............................................................................................................
5
2.
Batang Dan Cabang ...................................................................................... 5
3.
Daun ..............................................................................................................
7
4.
Bunga ..............................................................................................................
9
5.
Buah ................................................................................................................ 9
6.
Biji ................................................................................................................... 10
C.
Syarat Tumbuh ..................................................................................................... 11
1.
Curah Hujan ................................................................................................... 11
2.
Temperatur ..................................................................................................... 12
3.
Sinar Matahari ................................................................................................
12
4.
Tanah ..............................................................................................................
13
5.
Sifat Kimia Tanah ..........................................................................................
13
6.
Sifat Fisik Tanah ...........................................................................................
14
7.
Kriteria Tanah Yang Tepat Bagi Tanaman
Kakao ...................................
15
D.
Teknik Budidaya .................................................................................................. 15
1.
Penanaman ....................................................................................................
15
2.
Pemeliharaan Tanaman ................................................................................. 16
3.
Pengendalian Hama & Penyakit ................................................................... 17
4.
Pemangkasan .................................................................................................. 20
5.
Panen ...............................................................................................................
20
6.
Pascapanen ...................................................................................................... 22
7.
Pengolahan Hasil ............................................................................................ 23
8.
Potensi Produksi ............................................................................................. 24
BAB
III PENUTUP ......................................................................................................... 26
A.
Kesimpulan
.......................................................................................................... 26
B.
Saran ...................................................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan
salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk
Negara I penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory-Coast dan Ghana, yang
nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/thn. Dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir, perkembangan luas areal perkebunan kakao meningkat secara pesat
dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/thn dan saat ini mencapai 1.462.000 ha.
Hampir 90% dari luasan tersebut merupakan perkebunan rakyat. Tanaman kakao
diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1560, tepatnya di Sulawesi,
Minahasa. Ekspor kakao diawali dari pelabuhan Manado ke Manila tahun 1825-1838
dengan jumlah 92 ton, setelah itu menurun karena adanya serangan hama. Hal ini
yang membuat ekspor kakao terhenti setelah tahun 1928. Di Ambon pernah
ditemukan 10.000 - 12.000 tanaman kakao dan telah menghasilkan 11,6 ton tapi
tanamannya hilang tanpa informasi lebih lanjut. Penanaman di Jawa mulai
dilakukan tahun 1980 ditengah-tengah perkebunan kopi milik Belanda, karena
tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix).
Tahun 1888 puluhan semaian kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela, namun
yang bertahan hanya satu pohon. Biji-biji dari tanaman tersebut ditanam kembali
dan menghasilkan tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang besar. Tanaman
tersebutlah yang menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di Indonesia dan
akhirnya di Jawa Timur dan Sumatera.
Kakao Indonesia,
khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasar Internasional masih dihargai
paling rendah karena citranya yang kurang baik yakni didominasi oleh bijibiji
tanpa fermentasi, biji-biji dengan kadar
kotoran tinggi serta terkontaminasi serangga, jamur dan mitotoksin. Sebagai
contoh, pemerintah Amerika serikat terus meningkatkan diskonnya dari tahun ke
tahun. Citra buruh inilah yang menyebabkan ekspor kakao ke China atau negara
lain harus melalui Malaysia atau Singapura terlebih dahulu.
Kelompok negara Asia
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan konsumsi seiring dengan pertumbuhan
ekonomi di kawasan ini, sedikit saja kenaikan tingkat konsumsi di Asia, akan
meningkatkan serangan produk kakao di Asia. Kapasitas produksi kakao di
beberapa Negara Asia Pasifik lain seperti Papua New Guinea, Vietnam dan
Fhilipina masih jauh di bawah Indonesia baik dalam hal luas areal maupun total
produksi, oleh karena itu disbanding Negara lain, Indonesia memiliki beberapa
keunggulan dalam hal pengembangan kakao, antara lain ketersediaan lahan yang
cukup luas, biaya tenaga kerja relatif murah, potensi pasar domestik yang besar
dan sarana transportasi yang cukup baik.
Masalah klasik yang
hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas yang secara umum
rataratanya 900 kg/ha. Faktor penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman yang
kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah
serangan hama penyakit. Upaya yang dapat ditempuh untuk Masalah klasik yang
hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas yang secara umum
rataratanya 900 kg/ha. Faktor penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman yang
kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah
serangan hama penyakit.
B. Rumusan Masalah
Tanaman kakao merupakan tanaman yang di budidayakan lahan
jika tidak diseimbang kan dengan pemupukan yang memadai dan pengendalian
kerusakan yang memadai. Jenis serangan hama pada tanaman kakao di Indonesia
sangatlah banyak. Namun hanya beberapa spesies yang merupakan hama tanaman
kakao yang utama.
C. Tujuan
Untuk mengetahui cara dan teknik budidaya tanmana kakao.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi
Kakao merupakan
satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae, yang diusahakan
secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman ini sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Beberapa sifat
(penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam sistem
taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat
populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah
anggota sub jenis sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih dan
keping bijinya berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah
daripada sub jenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus
karena alur-alurnya dangkal. Kulit buah tipis tetapi keras (liat). Menurut Wood
(1975), kakao dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan
trinitario; sebagian sifat criollo telah disebutkan di atas. Sifat lainnya
adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero,
relatif gampang terserang hama dan penyakit permukaan kulit buah criollo kasar,
berbenjolbenjol dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga
mudah dipecah. Kadar lemak biji lebih rendah daripada forastero tetapi ukuran
bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Dalam tata niaga
kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu
kakao forastero termasuk kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao
trinitario merupakan hibrida criollo dengan farastero. Sifat morfologi dan
fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata
niaga, kelompok trinitario dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak,
tergantung pada mutu bijinya.
B.
Morfologi :
1.
Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root
feeder, artinya sebagian besar akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat
permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah (jeluk) 0 – 30 cm. Menurut Himme
(cit. Smyth, 1960), 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 11 – 20 cm, 14% pada
jeluk 21 – 30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari permukaan
tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk.
Ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).
2.
Batang dan cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis
dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang
tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat
seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit.
Jika dibudidayakan dikebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 – 3,0
meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 – 7,0 meter (Hall, 1932).
Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor
tumbuh yang tersedia.
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya
mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas
disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupan), sedangkan
tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang
kipas atau fan).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai
tinggi 0,9 – 1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah
tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagitrop dan khas hanya
pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan
tunas ortotrof karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut,
stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas
daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3 – 6
cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0 – 60o
dengan arah horisontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang
plagiotrof). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral
(fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun.
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang
pokok tumbuh wiwilan atau tunas air (chupon). Dalam teknik budi daya yang
benar, tunas air ini selalu dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air
tersebut akan membentuk bantang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai
jorket yang bersusun.
Dari tunas plagiotrop biasanya hanya tumbuh
tunas-tunas plagiotrop, tetapi juga kadang-kadang tumbuh tunas ortotrop. Pangkasan
berat pada cabang plagiotrop yang besar ukurannya merangsang tumbuhnya tunas
ortotrop itu. Tunas ortotrop hanya membentuk tunas plagiotrop setelah membentuk
jorket. Tunas ortotrop membentuk tunas ortotrop baru dengan menumbuhkan tunas
air.
Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan
umur atau tinggi tanaman. Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya
jorket, sedangkan pemupukan dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat
tumbuhnya jorket. Tanaman kakao membentuk jorket setelah memiliki ruas batang
sebanyak 60 – 70 buah. Namun batasan tersebut tidak pasti, karena kenyataannya
banyak faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya,
kakao yang ditanam di dalam polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan
membentuk jorket lebih pendek daripada tanaman yang ditanam di kebun. Selain
itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil. Terbatasnya
medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut. Sebaliknya, tanaman
kakao yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan membentuk jorket yang
tinggi sebagai efek dari etiolasi (pertumbuhan batang memanjang akibat
kekurangan sinar matahari).
3.
Daun
Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas
ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5 – 10 cm sedangkan pada tunas
plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Hall, 1932). Tangkai
daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya.n Salah
satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang
terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan
daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar
matahari.Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing
(acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip
dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging
daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung
pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm.Permukaan daun
licin dan mengilap.
Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop
berlangsung serempak tetapi berkala. Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu
dinamakan pertunasan atau flushing. Pada saat itu setiap tunas membentuk 3 – 6
lembar daun baru sekaligus. Setelah masa tunas tersebut selesai, kuncup –
kuncup daun itu kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu.
Kuncup-kuncup akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan.
Ujung kuncup daun yang dorman tertutup oleh
sisik (scales). Jika kelak bertunas lagi sisik tersebut rontok meninggalkan
bekas (scars) atau lampang yang berdekatan satu sama lain dan disebut dengan
cincin lampang (ring scars). Dengan menghitung banyaknya cincin lampang pada
suatu cabang, dapat diketahui jumlah pertunasan yang telah terjadi pada cabang
yang bersangkutan. Intensitas cahaya memengaruhi ketebalan daun serta kandungan
klorofil. Daun yang berada di bawah naungan berukuran lebih lebar dan warnanya
lebih hijau daripada daun yang mendapat cahaya penuh.
4.
Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya
bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang.
Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau
biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion).Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5).
Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun
mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing
terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun
buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang
kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk
setiap kultivar.
Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm).
Daun mahkota panjangnya 6 – 8 mm, terdiri dari dua bagian. Bagian pangkal
berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah.
Bagian ujung berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih.
5.
Buah
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada
dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau
hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah
yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah memiliki 10
alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan
trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi lunak dan
permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit buah pada
umumnya halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan.
Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada
kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah.
6.
Biji
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi
poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah. Jika dipotong
melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan
bagian pangkalnya menempel pada poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon
putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang
berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat
perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang
membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa
dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi
kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena
daging buahnya telah kering. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat
kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut fase
serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan
memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat daun
tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat
pendek sehingga tampak tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya
berlangsung secara periodik dengan interval waktu tertentu.
C.
Syarat Tumbuh
Sejumlah faktor iklim
dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao.
Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah
hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang
menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya
dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao
ditanam di daerah‐daerah yang berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun
demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada pada daerah‐daerah
antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya
dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
1.
Curah Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang
berhubungan dengan pertanaman kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal
tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal
penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan
1.100 - 3.000 mm per tahun. Disamping kondisi
fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampaknya
berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black pods). Didaerah yang curah
hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat ditanami kakao, tetapi
dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi
akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga
tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat
ideal ditanam pada daerah-daerah yang tipe iklimnya Am (menurut Koppen)
atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe
iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao
karena bulan keringnya yang panjang.
2.
Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya
dengan ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembaban. Faktor‐faktor tersebut
dapat dikelola melalui pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi.
Temperatur sangat berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta
kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah
300‐320C (maksimum) dan 180‐210 (minimum). Temperatur yang lebih rendah dari
100 akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju
pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi
kemudian akan segera gugur.
3.
Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah
hutan tropis yang di dalam pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi
pencahayaan penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao
akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Kakao termasuk tanaman yang mampu
berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada
saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan
cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna
berada pada kisaran 3‐30 persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen
cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang
menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.
4.
Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan terhadap
pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat
organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat
kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman
efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah.
Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pertumbuhan kakao.
5.
Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada
tanaman yang memiliki pH 6- 7,5; tidak lebih tinggi dari 8 serta
tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter. Hal ini
disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari Al,
Mn, dan Fe pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah
yang juga turut berperan adalah kadar zat organik. Kadar zat organik yang
tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu
zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya
lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang
dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik dapat
dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit
buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per tahun daun gliricida yang jatuh
memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6 kg per ha, kalium
25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat organik
sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP,
56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanah‐tanah yang hendak ditanami
kakao paling tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram
contoh tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 ‐ 15
cm.
6.
Sifat Fisik Tanah
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao
adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 - 40 % fraksi
liat, 50% pasir, dan 10 -20 persen debu. Susunan demikian akan
mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang
remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam
tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol dengan fraksi liat
yang tinggi ternyata sangat kurang menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah
regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik
bagi tanaman kakao.
Tanaman kakao menginginkan solum tanah menimal
90 cm. Walaupun ketebalan solum tidak selalu mendukung pertumbuhan, tetapi
solum tanah setebal itu dapat dijadikan pedoman umum untuk mendukung
pertumbuhan kakao.
Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh
sifat tanah, apakah mampu menciptakan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk
berkembang. Karena itu, kedalaman efektif berkaitan dengan air tanah yang
mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu
kedalaman air tanah disyaratkan minimal 3 meter.
7.
Kriteria tanah yang tepat bagi tanaman kakao
Areal penanaman tanaman kakao yang baik
tanahnya mengandung fosfor antara 257 - 550 ppm berbagai
kedalaman (0 - 127,5 cm), dengan persentase liat dari
10,8 - 43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm;
tekstur (rata-rata 0-50 cm di atas) SC, CL,
SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah 150 cm; pH‐H2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat
organik 4 persen; K.T.K rata-rata 0-50 cm di atas 24 Me/100
gram; kejenuhan basa rata-rata 0 - 50 cm di atas
50%.
D.
Teknik Budidaya :
1.
Penanaman
a.
Pengajiran
·
Ajir dibuat dari bambu tinggi 80 - 100 cm
·
Pasang ajir induk sebagai
patokan dalam pengajiran selanjutnya
·
Untuk meluruskan ajir gunakan
tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama
b. Lubang Tanam
·
Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir
musim hujan
·
Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan
tanah (1:1) ditambah pupuk TSP 1-5 gram per lubang
c. Tanam Bibit
·
Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan
harus sudah tumbuh baik dan naungan sementara sudah berumur 1 tahun
·
Penanaman kakao dengan system tumpang sari
tidak perlu naungan, misalnya tumpang sari dengan pohon kelapa
·
Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan
jenisnya, untuk kakao Mulia ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak
umur 4-5 bulan
·
Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan
naungan harus sempurna. Saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah
membentuk daun muda (flush)
2.
Pemeliharaan Tanaman
a.
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan
sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b.
Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan
cara dikoak. Pupuk dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup kembali.
Dosis pupuk lihat dalam tabel di samping ini :
Tabel Pemupukan
Tanaman Coklat
UMUR
(bulan) |
Dosis pupuk Makro (per ha)
|
Urea
(kg) |
TSP
(kg) |
MOP/ KCl (kg)
|
2
|
15
|
15
|
8
|
8
|
6
|
15
|
15
|
8
|
8
|
10
|
25
|
25
|
12
|
12
|
14
|
30
|
30
|
15
|
15
|
18
|
30
|
30
|
45
|
15
|
22
|
30
|
30
|
45
|
15
|
28
|
160
|
250
|
250
|
60
|
32
|
160
|
200
|
250
|
60
|
36
|
140
|
250
|
250
|
80
|
42
|
140
|
200
|
250
|
80
|
3.
Pengendalian Hama & Penyakit
Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili :
Geometridae ), menyerang pada umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun
muda tinggal urat daunnya saja. Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 - 10 cc /
liter. Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ), ada
bulu-bulu gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada
leher kuda, terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang
ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman. Pengendalian dengan musuh alami
predator Apanteles mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.
Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat
Srengenge), serangan dilakukan silih berganti karena kedua species ini agak
berbeda siklus hidup maupun cara meletakkan kokonnya, sehingga masa
berkembangnya akan saling bergantian. Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup
yang merupakan pusat kehidupan dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta
diducta 1 bulan, Parasa lepida lebih panjang dari pada Ploneta diducta.
Pengendalian dengan PESTONA.
Kutu - kutuan ( Pseudococcus lilacinus ), kutu
berwarna putih. Simbiosis dengan semut hitam. Gejala serangan : infeksi pada
pangkal buah di tempat yang terlindung, selanjutnya perusakan ke bagian buah
yang masih kecil, buah terhambat dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian
: tanaman terserang dipangkas lalu dibakar, dengan musuh alami predator; Scymus
sp, Semut hitam, parasit Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter
air atau PESTONA.
Helopeltis antonii, menusukkan ovipositor
untuk meletakkan telurnya ke dalam buah yang masih muda, jika tidak ada buah
muda hama menyerang tunas dan pucuk daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam,
sedang dadanya merah, bagian menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan,
kulit buah ada bercak-bercak hitam dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah
kaku dan sangat keras serta jelek bentuknya dan buah kecil kering lalu mati.
Pengendalian dilakukan dengan PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang),
hari pertama semprot stadia imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya
dan pada hari ke-17 dilakukan terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga
pengendalian benar-benar efektif, sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.
Cacao Mot ( Ngengat Buah ), Acrocercops
cranerella (Famili ; Lithocolletidae). Buah muda terserang hebat, warna kuning
pucat, biji dalam buah tidak dapat mengembang dan lengket. Pengendalian :
sanitasi lingkungan kebun, menyelubungi buah coklat dengan kantong plastik yang
bagian bawahnya tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam
dan jamur antagonis Beauveria bassiana ( BVR) dengan cara disemprotkan, semprot
dengan PESTONA.
Penyakit Busuk Buah (Phytopthora
palmivora), gejala serangan dari ujung buah atau pangkal buah nampak kecoklatan
pada buah yang telah besar dan buah kecil akan langsung mati. Pengendalian :
membuang buah terserang dan dibakar, pemangkasan teratur, semprot dengan
Natural GLIO.
Jamur Upas ( Upasia salmonicolor ), menyerang
batang dan cabang. Pengendalian : kerok dan olesi batang atau cabang terserang
dengan Natural GLIO+HORMONIK, pemangkasan teratur, serangan berlanjut dipotong
lalu dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan
pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang
dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah
hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2
tutup)/tangki.
4.
Pemangkasan
Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang
yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga
dilakukan pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik. Pemangkasan ada
beberapa macam yaitu :
o
Pangkas Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah
muncul cabang primer (jorquet) atau sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3
cabang primer yang baik dan letaknya simetris.
o
Pangkas Pemeliharaan, bertujuan mengurangi
pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air
(wiwilan) pada batang pokok atau cabangnya.
o
Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat
masuk tetapi tidak secara langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini
tergantung keadaan dan musim, sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan
pangkas ringan pada musim kemarau.
o
Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman
yang rusak dan memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.
5.
Panen :
a. Ciri dan Umur
Panen
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila
perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan
matang ± usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada
alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning
pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan
buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna
buah:a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah
menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah
setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5
bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan.
Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang
masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang
terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma
berkurang.
b. Cara Panen
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam.
Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan
sampai melukai batang yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya
dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang
ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode
berikutnya. Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor
mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao
sebanyak 1.500 buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup
tinggi dipanen dengan sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam
hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem
7/14.
c. Periode Panen
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai
batang/cabang yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di
tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya.
d. Prakiraan
Produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada
umur 5-13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji
kakao kering.
e. Pascapanen :
·
Pengumpulan
Buah yang telah
dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikelompokkan menurut
kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu bulat
yang keras.
·
Penyortiran/pengelompokkan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan
dikelompokkan berdasarkan mutunya:a) Mutu A: dalam 100 gram biji
terdapat 90-100 butir bijib) Mutu B: dalam 100 gram biji terdapat
100-110 butir bijic) Mutu C: dalam 100 gram biji terdapat 110-120
butir biji.
f. Penyimpanan
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama
6 hari di dalam kotak kayu tebal yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya
diberi lubang-lubang kecil dengan cara sebagai berikut:a) Tumpukkan
biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 75.b)
Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Aduk-aduk biji secara
periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50℃
g. Pengemasan dan
Pengangkutan
Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat
dimasukan dalam karung goni. Tiap goni diisi 60 kilogram biji cokelat kering.
kemudian karung-karung yang berisi biji cokelat kering tersebut disimpan dalam
gudang yang bersih, kering dan berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat
tersebut sudah segera bisa dijual dan diangkut dengan menggunakan truk dan
sebagainya. Penyimpanan di gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan
setiap tiga bulan harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama
yang menyerang biji cokelat.
h. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao.
Bertujuan mempermudah menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji,
merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan,
biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang jamur
dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu
60-700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %. Sortasi, untuk
mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu biji
kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan
hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.
i.
Potensi Produksi
Kakao jenis Bulk pada umur 2 tahun sudah mulai panen permulaan, dan pada umur
sekitar 7 tahun mulai mencapai tingkat produksi yang tinggi. Pada kondisi yang
sesuai dengan tanaman kakao, maka potensi rata-rata dalam satu siklus hidup (
25 tahun ) mencapai sekitar 1000 kg biji kakao kering/hektar/ tahun.
Tabel Potensi Produksi Biji Kakao kering per
hektar, dalam satu siklus hidup ( 25 tahun )
Umur tanaman
|
Biji Kering Kakao
( dalam Kg/ha )
|
Keterangan
|
2 - 3
|
600
|
|
3 - 4
|
900
|
|
4 - 5
|
1.200
|
|
5 - 6
|
1.400
|
|
6 - 7
|
1.600
|
|
7 - 8
|
1..700
|
|
8 - 9
|
1..600
|
|
9 - 10
|
1.800
|
|
10 - 11
|
1.700
|
|
11 - 12
|
1.600
|
|
12 - 13
|
1.500
|
|
13 - 14
|
1.400
|
|
14 - 15
|
1.400
|
|
15 - 16
|
1.300
|
|
16 - 17
|
1.300
|
|
17 - 18
|
1.300
|
|
18 - 19
|
1.200
|
|
19 - 20
|
1.200
|
|
20 - 21
|
1.100
|
|
21 - 22
|
1.000
|
|
22 - 23
|
700
|
|
23 - 24
|
700
|
|
24 - 25
|
700
|
|
Jumlah
|
28.900
|
|
Rata - Rata Per Tahun
|
1.257
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik
dan benar agar memperoleh produksi yang optimal, juga memperhatikan kondisi
lingkungan dan agroklimat di lokasi pembukaan kebun kakao harus sesuai dengan
kebutuhan tanaman kakao. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras
dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim
dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya
tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.
B.
Saran
Semoga
karya tulis ilmiah yang kami buat, dapat berguna dan bermanfaat bagi semua para
pembaca. Terutama untuk lebih mengetahui informasi mengenai cara pembudidayaan
tanaman Kakao. Serta dapat menjadi bahan acuan didalam pembudidayaan tanaman
kakao.
No comments: