MAKALAH PENYERBUKAN SILANG TANAMAN JAGUNG
A. Latar Belakang
Salah
satu upaya yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan hasil pertanian adalah
dengan penggunaan bibit unggul. Sifat bibit unggul pada tanaman dapat timbul
secara alami karena adanya seleksi alam dan dapat juga timbul karena adanya
campur tangan manusia. Persilangan merupakan salah satu cara untuk menghasilkan
rekombinasi gen. Secara teknis, persilangan dilakukan dengan cara memindahkan
tepung sari kekepala putik pada tanaman yang diinginkan sebagai tetua, baik
pada tanaman yang menyerbuk sendiri (self polination crop) maupun pada tanaman
yang menyerbuk silang (cross polination crop).
Tanaman
jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan
bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang
homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman
kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan
hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot.
Varietas
hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur
inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri maupun
menyerbuk silang. Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk menghasilkan varietas
hibrida secara komersial.
B. Permasalahan
Sebagaimana
yang telah dipaparkan diatas permasalahan yang dibahas dalam makalah ini, yaitu
:
1. Bagaimana melakukan persilangan pada tanaman jagung?
2. Apakah metode dalam
pemuliaan tanaman Jagung?
1
|
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemuliaan Tanaman serta memberikan informasi
kepada pembaca tentang Penyerbukan Silang pada Tanaman.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyerbukan Silang pada Jagung
Jagung (Zea Mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis
rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan
munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang
jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku,
berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu
tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang.
Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat
inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan
suhu. Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan
dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari
axillaryapices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal
di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga
biseksual. Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga
tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium
pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan.
Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif, dua
gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk
dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan
perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan
ketidak sinkronan matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinyu dari tiap
tassel dalam tempo seminggu atau lebih. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan
dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan
panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang
rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot.
3
|
Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya rambut
tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak terpengaruh.
Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (anthesis silking
interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukkan terdapat
sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna
sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan
penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya
mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi.
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan menempel
pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut berasal dari serbuk
sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri.
Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman bersari silang (cross
pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari berasal dari tanaman
lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada varietas,
suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari
masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding).
Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15
hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan
kemudian kering.
Pada hibridisasi jagung, hal pertama yang dilakukan adalah pemilihan tetua
jantan. Tetua jantan dipilih berdasarkan fenotip. Jika bunga jantan tersebut
sudah mekar sebagian, maka sudah memenuhi kriteria untuk dijadikan tetua
persilangan. Langkah selanjutnya adalah penyungkupan terhadap bunga tersebut
menggunakan kertas sungkup untuk dijadikan tetua persilangan pada esok harinya.
Tetua betina juga dipilih berdasarkan fenotip dengan dicirikan tongkol jagung
tersebut masih mempunyai rambut yang pendek. Sebelum polinasi dilakukan,
terlebih dahulu rambut jagung dipotong hingga mendekati kulit jagung atau biasa
disebut klobot jagung. Setelah itu, klobot jagung dibuka sedikit agar nanti
saat polinasi, serbuk sari dapat masuk atau menyerbuk sempurna pada putik.
Setelah itu, hal selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan hibridisasi atau
persilangan dengan cara menabur-naburkan serbuk sari dari tetua jantan diatas
rambut jagung yang sudah dipotong dan melakukan pengamatan.
Keberhasilan suatu persilangan buatan dapat dilihat kira-kira satu minggu
setelah dilakukan penyerbukan. Jika calon buah mulai membesar dan tidak rontok
maka kemungkinan telah terjadi pembuahan. Sebaliknya, jika calon buah tidak membesar
atau rontok maka kemungkinan telah terjadi kegagalan pembuahan. Keberhasilan
penyerbukan buatan yang kemudian diikuti oleh pembuahan (Kurniawan, 2012).
Menurut Sujiprihati et.al (2007), faktor yang mempengaruhi hibridisasi
terjadinya faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal terjadi pada
waktu tanam berbunga, yaitu: penyesuaian waktu berbunga dan waktu emaskulasi
dan penyerbukan. Sedangkan faktor internal antara lain cuaca saat penyerbukan,
pemilihan tetua, dan pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan.
Keberhasilan persilangan dipengaruhi oleh dua factor yaitu; suhu dan cahaya.
Pada suhu udara yang dingin, suaca gelap atau musim hujan, saat berbungan akan
terhambat. Suhu yang panas, cuaca cerah, dan musim kemarau akan mempercepat
pembungaan. Suhu dan cahaya ketika siang hari terletak pada puncaknya (Syukur,
2009).
Untuk mendapatkan populasi
superior, perbaikan populasi dilakukan secara kontinyu melalui perbaikan dalam
populasi (Intra population improvement) dan perbaikan antar poopulasi
(interpopulation improvement). Seleksi dalam populasi bertujuan memperbaiki
populasi secara langsung, sedangkan seleksi antar populasi bertujuan
memperbaiki persilangan antar populasi atau memperbaiki galur hibrida yang
berasal dari dua populasi terpilih secara resiprok. Prinsip dasar dalam
perbaikan populasi, yaitu meningkatkan frekuensi gen baik (desirable genes)
sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk karakter yang ditentukan.
Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam perbaikan populasi, yang
juga melibatkan seleksi generasi silang diri (selfing) akan membantu
meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan meningkatkan kapasitas populasi
untuk menghasilkan galur-galur yang lebih vigor dan unggul. Beberapa peneliti
telah melaporkan kemajuan seleksi pada jagung menggunakan seleksi berulang
bolak balik (resiprocal recurrent selection). Dari seleksi berulang bolak balik
ini Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan tiga varietas unggul jagung
bersari bebas dan delapan hibirida.
B. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung
1. Seleksi Massa (Mass Selection)
Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual
yang mempunyai karakter-karakter yang diinginkan dan hasil biji tanaman
terpilih dicampur untuk generasi berikutnya. Seleksi massa tanpa ada evaluasi
famili. Prosedur seleksi massa tidak berbeda dengan seleksi massa untuk tanaman
menyerbuk sendiri. Seleksi massa merupakan prosedur yang sederhana dan mudah,
sudah dipraktekkan petani sejak dimulainya pembudidayaan tanaman. Seleksi massa
kemungkinan dapat dijadikan dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang
dan seleksi massa adalah dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari
spesies tanaman menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan
tanaman.
Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada
tanaman jagung dipilih berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya
diketahui d engan pasti yaitu tanaman yang terpilih, sedang tetua jantan yaitu
asal tepungsari yang menyerbuki tanaman terpilih tidak diketahui. Untuk
karakter yang dapat dipilih sebelum berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk
kedua tetua, baik tetua jantan maupun tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih
dibuang sehingga penyerbukan terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat
persilangan buatan antara tanaman terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua
akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada seleksi berdasarkan
satu tetua saja.
Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu
tanaman, sehingga apabila lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata
(heterogen) maka tanaman yang terpilih belum tentu karena pengaruh genetik,
sehingga salah pilih. Untuk mengurangi faktor lingkungan ini Gardner et al.
(1981) telah berhasil menaikkan hasil biji jagung varietas Hays-Golden dengan total
respon kenaikan 23% dari populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di
atas 10 tahun), dan respon tiap generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner
dengan menggunakan seleksi massa terhadap hasil biji jagung tersebut, karena
digunakannya beberapa tehnik untuk memperbaiki efisiensi seleksi individu
tanaman, yakni dengan cara:
1.
Seleksi dibatasi pada
hasil saja, pengukuran yang lebih teliti pada biji-biji yang telah dikeringkan
sampai kadar air konstan.
2.
Lahan pertanaman
berukuran 0.2 – 0.3 ha dipelihara dengan pemberian pupuk, irigasi dan
pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil keragaman lingkungan.
3.
Lahan percobaan
dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil dengan ukuran ± 4 x 5 m.
4.
Petak-petak seleksi
terdiri dari 4 baris masing-masing 10 tanaman.
5.
Tekanan seleksi 10%
dilakukan secara seragam pada 4000 – 5000 tanaman, yakni 4 tanaman unggul
dipilih dari masing-masing petak kecil yang terdiri dari 40 tanaman.
2. Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)
Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang
pada tanaman lain disebut head-to-row, yakni satu malai satu baris. Merupakan
“halfsib selection” Bagan pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899)
dalam Dahlan, (1994) di Universitas Illinois untuk menyeleksi persentase
kandungan minyak dan protein yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan
seleksi ini merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian
keturunan (progeny test) dari tanaman yang terseleksi, untuk
membantu/memperlancar seleksi yang didasarkan atas keadaan fenotip individu
tanaman. Langkah-langkah pelaksanaan
seleksi ear-to-row:
Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan
fenotipnya dari populasi yang beragam dan mengadakan persilangan secara acak.
Setiap tanaman bijinya dipanen terpisah.
Musim II: Sebagian biji dari masing-masing tongkol
ditanam dalam barisan-barisan keturunan yang terisolasi, dan sisanya disimpan.
Seleksi setiap individu fenotip tanaman yang terbaik pada baris keturunan
dengan membandingkan baris-baris keturunan.
Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya
superior dicampur untuk ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi
perkawinan acak.
Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi
fenotip-fenotip individu tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus
berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah saudara tiri (half
sibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa ulangan dari
keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih. Karena kita memilih
satu tongkol satu baris, maka kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya
inbreeding cukup besar. Karena satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris
itu merupakan satu famili. Timbulnya inbreeding ini mengurangi kemajuan genetik
pada proses seleksinya.
3. Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)
Musim 1, Tanam populasi dasar sekitar 3000 – 5000 tanaman.
Pilih 300 – 400 tanaman yang mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat
silang diri untuk menghasilkan galur S1. Panen terpisah tanaman hasil
silangdiri yang masih mempunyai karakter yang diinginkan.
Musim 2, Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap
tongkol ditanam satu baris dengan ±25 tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan
antara famili dan dalam famili (baris) yang tanamannya tegap, tidak rebah,
bebas hama penyakit dan sebagainya, dan pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang
terpilih untuk silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol, pilih 1 - 3
tongkol hasil silangdiri tiap baris terpilih dan diperoleh biji S2.
Musim 3, Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji
dari tongkol hasil silangdiri (S2) satu tongkol satu baris dengan 15-25
tanaman. Seleksi diteruskan antara baris dan dalam baris. Pilih 3 - 5 tanaman
dari baris yang terpilih untuk dibuat silangdiri. Panen terpisah masing-masing
tongkol dan diperoleh biji S3.
Musim 4, Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3)
yang terpilih tanaman lagi seperti pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi
sampai generasi keenam (S6) untuk memperoleh galur yang mendekati homozigot. Pada
pembuatan galur dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan
inokulasi/investasi buatan.
4. Seleksi Curah (Bulk Selection)
Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur
biji dengan jumlah yang sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan
silang diri 300 tanaman ambil 4 biji dari tiap tongkol untuk ditanam lagi.
Lakukan silang diri lagi 300 tanaman yang dikehendaki dan ambil lagi 4 biji
dari tiap tongkol dan pekerjaan ini dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini
dievaluasi daya gabungnya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya
gabung pada S1 dan galur terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3
tongkol dari hasil silang diri masing-masing galur terpilih dicampur dan silang
diri dilanjutkan sampai mencapai homozigot. Seleksi curah dapat menghemat biaya
dan dapat dilakukan dengan banyak populasi sekaligus.
5. Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent
Selection)
Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi
ke generasi dengan diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi
agar terjadi rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan
prosedur seleksi ini dalam menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas
jagung ”Stiff Stalk Synthetic”. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi fenotip
berulang adalah:
Musim I : Tanam ±100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan
sendiri (selfing) bijinya diuji kandungan minyaknya.
Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase
minyak tertinggi ditanam satu tongkol satu baris dan saling silang
(Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang sama dari tiap tongkol dicampur
untuk diseleksi pada generasi berikutnya.
6. Seleksi Berulang untuk Daya gabung
Umum (Recurrent Selection for General Combining Ability)
Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan
anggapan bahwa daya gabung dapat ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi
sebagai berikut:
Musim I : Tanam populasi dasar dan pilih
tanaman-tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan
sendiri (selfing) tanaman terpilih tersebut untuk memperoleh galur S1. Saat
panen hanya dipilih tanaman-tanaman yang masih menunjukkan karakter yang
diinginkan.
Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat
persilangan antara galur S1 dengan populasi asal. Populasi itu sendiri
digunakan sebagai tetua penguji. Sisa benih S1 disimpan untuk digunakan dalam
rekombinasi.
Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang
puncak) yang diperoleh pada musim kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok
atau rancangan latis umum (generalized lattice) dengan 2 – 4 ulangan pada 1 – 3
lokasi. Berdasarkan evaluasi ini pilih famili superior.
Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan
menggunakan biji S1 hasil pada musim pertama dengan cara perbandingan jantan
betina untuk membentuk populasi baru.
Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4
dan buat persilangan sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.
7. Seleksi Silang Balik (Backcross)
Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur
yang sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain seperti ketahanan
terhadap hama penyakit. Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang
(recurrent parent) karakter-karakternya tetap dipertahankan kecuali karakter
yang hendak diintrogressikan dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang)
disilangkan dengan galur donor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali
dengan galur A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh
galur A’ yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen yang
diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter
yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses seleksi. Pada tanaman F1
mengandung 50% gen-gen galur A, silang balik 1 (BC1) peluangnya 75%, bc2
meningkat menjadi 87,5%, bc3 peluangnya menjadi 93,75% dan bc4 meningkat
peluangnya menjadi 96,875%. Namun harus diikuti daya gabungnya jangan sampai
berubah dari galur pasangannya dalam pembuatan hibrida.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tentang Penyerbukan Silang Tanaman
Jagung
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Hibridisasi merupakan proses kawin
antar individu persilangan interspesifik atau individu genetik berbeda dari
hibridisasi intraspesifik. Persilangan merupakan penyerbukan silang antara
tetua yang berbeda susunan genetiknya yang bertujuan penggabungan sifat genotip
yang baru serta memperluas keragaman genetik.
2.
Hal pertama yang dilakukan
hibridisasi jagung adalah pemilihan tetua jantan. Tetua jantan dipilih
berdasarkan fenotipdengan ciri bunga jantan tersebut sudah mekar sebagian.
Sedangkan tetua betina juga dipilih berdasarkan fenotip dengan dicirikan
tongkol jagung tersebut masih mempunyai rambut yang pendek.
3.
Jagung yang akan disilangkan
masih belum menunjukkan masa generatif. Keberhasilan dalam proses persilangan
terdiri dari 2 faktor, yakni suhu dan juga cuaca.
4.
Metode yang digunakan dalam
pemuliaan tanaman Jagung adalah Seleksi Massa (Mass Selection), Seleksi Satu Tongkol
Satu Baris (Ear-to-Row), Seleksi Pedigri (Pedigree Selection), Seleksi Curah
(Bulk Selection), Seleksi, Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection),
Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent Selection for General
Combining Ability), Seleksi Silang Balik (Backcross).
DAFTAR
PUSTAKA
Alexander,D.E.
dan Creech. 1977. Breeding special nutritional and industrial types. In Corn
and Corn Improvement. The American Society of Agronomy Inc.
Hallauer, A. R.
and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize Breeding. Iowa State
Univ. Press, Ames.
Nugraha, U.S.,
Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi budidaya dan
industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.) Ekonomi Jagung Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. P. 37-72.
Pingali, P.
2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological
Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000. Mexico, D.F. :
CIMMYT.
Subandi, M.
Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian Nasional :
JAGUNG. Puslitbangtan, Bogor.
Moentono, M.D.
1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Jagung. Pustlitbangtan,
Bogor.
Zuber, M.S.,
W.H. Skrdla, and B.H. Choe. 1975. Survey of maize selections for endosperm
lysine content. Crop Sci. 15: 93-94.
Vasal, S.K.
2000. The Quality Protein Maize story. Food and Nutrition Bulletin. 21 ( 4):
445-450.
Mertz ET., L.S.
Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein composition and
increases lysine content of maize endosperm. Science 145: 279-280.
Nelson, O.E.,
E.T. Mertz, and L.S. Bates. 1965. Second mutant gene affecting the amino acid
pattern of maize endosperm proteins. Science. 150: 1469-1470.
Purseglove.
1992. Tropicals Crops, Monocotyledons. Longmann. London.
Gardner, E.J.
and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John Wiley and Sons.
New York.
Dahlan, M.M.,
1994. Pemuliaan tanaman. Diktat Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman. Fakultas
pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. 95p.
Halaman
PRAKATA ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ...... ii
I.
PENDAHULUAN .............................................................................. ...... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... ...... 1
B. Permasalahan .................................................................................. ...... 1
C. Tujuan ............................................................................................. ...... 2
II.
PEMBAHASAN ................................................................................. ...... 3
A. Pengertian Penyerbukan Silang pada
Jagung ................................. ...... 3
B. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan
Tanaman Jagung ..................... ...... 6
III.
PENUTUP ........................................................................................... ...... 12
Kesimpulan .......................................................................................... ...... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ ...... 13
|
Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan sebaik baiknya.
Penyusunan makalah ini mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatannya. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih terutama semua
pihak yang telah banyak membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kami meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan serta saran sehingga kami dapat
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam penyusunan makalah ini
Pontianak, Oktober 2019
Penulis
|
No comments: